Terhentinya Pembangunan Bendungan Krueng Pase Jadi Pemasalah Pertanian di Aceh

Bendungan Krueng Pase (Sumber Foto: Facebook/Mahyuddin Abubakar)

AV-Banda Aceh: Mangkraknya pembangunan Bendungan Krueng Pase di Aceh Utara menjadi salah satu masalah serius sektor pertanian di Provinsi Aceh. Akibatnya ribuan hektar lahan sawah di wilayah itu mengalami gagal panen tiga tahun lebih.

Hal itu disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi dalam rapat dengan Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdullah Puteh, dalam rangka membahas permasalahan pertanian dan ketahanan pangan, di Kantor Gubernur Aceh, Senin, (8/1/2023).

Mawardi meminta pembangunan bendungan Krueng Pase yang menjadi kewenangan Kementerian PUPR harus segera diperhatikan. Ia berharap kepada Abdullah Puteh sebagai anggota DPD RI asal Aceh bisa ikut memperjuangkan masalah tersebut ke Kementerian PUPR dan forum nasional lainnya.

“Pemerintah pusat meminta Aceh meningkatkan produksi pertanian, sementara infrastruktur pendukung belum beroperasi,” ungkap Mawardi.

Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah. Ia mengatakan, produksi hasil pertanian Aceh pada tahun 2023 menurun dibanding tahun 2022.

Cut mengatakan, salah satu penyebab menurunnya produksi tersebut disebabkan sejumlah irigasi tidak berfungsi dengan baik sehingga lahan sawah kekurangan debit air. Ia mencontohkan, bendungan Krueung Pasee di Aceh Utara yang belum tuntas pembangunannya dan irigasi Jamboe Ayee dan Rajui yang debit airnya masih kurang mencukupi untuk kebutuhan sawah di sekitarnya.

Selain itu, Kepala Dinas Pertanian itu juga menyebutkan masih banyak sawah di Aceh yang berbentuk rawa. Saat hujan lahan tersebut menjadi banjir sehingga bisa gagal tanam dan panen. Menurutnya lahan sawah berbentuk rawa tersebut perlu diperbaiki, misalnya dengan membuat sistem surjan.

Lebih lanjut, saat ini petani di Aceh juga sedang terhambat mendapatkan Asuransi Usaha Tani Padi atau AUTP akibat perusahaan pemberi asuransi tidak dapat beroperasi di Aceh karena terbentur regulasi Lembaga Keuangan Syariah. Sementara asuransi syariah yang ada di Aceh tidak menyediakan asuransi untuk pertanian.

“Padahal keberadaan AUTP ini begitu bermanfaat bagi petani, jika produksi pertanian gagal panen sampai 75 persen maka mereka mendapatkan dana ganti rugi dari asuransi,” kata Cut Huzaimah.

Wakil Ketua Komite II DPD RI, Abdullah Puteh, mengatakan, Aspirasi tersebut nantinya akan dibawa dalam pembahasan rancangan revisi Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di DPR DPD RI.

Abdullah Puteh mengatakan, perubahan terhadap undang-undang tersebut diantaranya dilandaskan masalah ketahanan pangan yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan masifnya konversi lahan pertanian ke non pertanian.

“Kunjungan Komite II DPD RI di Aceh adalah untuk melakukan dialog dengan pemerintah daerah serta melakukan peninjauan lapangan untuk melihat langsung sejauh mana implementasi dan permasalahan dari pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini,” kata Abdullah Puteh.

Adapun tim Pemerintah Aceh yang ikut dalam rapat tersebut diantaranya Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Cut Huzaimah, Kepala Dinas Pangan Aceh Surya Rayendra dan Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran. [HS/RIL]

Berita Lain: