Sumber Bahan Pangan di Aceh Cukup untuk Atasi Stunting

(Foto: Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di Aceh)

AV-Lhokseumawe: Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menilai sumber daya alam berupa bahan pangan di Provinsi Aceh cukup untuk mengatasi persoalan stunting.

Selain sumber bahan pangan tersedia melimpah, Provinsi berjuluk Serambi Mekah ini juga memiliki aneka jenis bahan tambang yang bisa digunakan dalam bentuk lain untuk memenuhi kecukupan gizi bagi anak-anak di Aceh.

“Satu butir telur satu hari untuk anak-anak sudah cukup untuk memberi asupan protein hewani. Sumber protein hewani yang lain adalah ikan yang harganya sangat murah dan mudah didapatkan di Aceh. Daun kelor juga punya nilai gizi yang tinggi. Bahan pangan yang melimpah di Aceh ini bisa untuk mengatasi stunting,” kata Hasto Wardoyo di Kota Lhokseumawe, Rabu (11/1).

Hasto optimistis Kota Lhokseumawe dan juga kabupaten dan kota yang lain di Provinsi Aceh mampu mengatasi persoalan stunting dengan menggunakan sumber bahan pangan yang dimiliki.

Hasto menjelaskan, BKKBN memiliki program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) yang digerakkan oleh Tim Penggerak PKK. Di dalam Dashat ini, dilakukan pengolahan makanan bergizi yang bisa untuk menurunkan stunting di Aceh.

Hasto juga menjelaskan, penyebab stunting di Kota Lhokseumawe bisa diketahui dari data-data yang dimiliki BKKBN berupa data keluarga berisiko stunting.

“Misalnya ketersediaan air bersih, rumah yang tidak layak huni. Ini juga bisa menyebabkan stunting. Kalau anaknya sakit diare dalam jangka waktu lama karena meminum air yang tidak layak minum, bisa menyebabkan stunting,” kata Hasto.

Menurut Hasto, perlu juga dilakukan pengaturan jarak waktu kehamilan dan pengaturan jumlah anak. Sebab, rentang waktu kehamilan bisa menyebabkan stunting. Demikian juga jumlah anak yang banyak dalam satu keluarga, juga menyebabkan stunting terkait dengan pola pengasuhan.

Karena itu Hasto mengatakan BKKBN menggratiskan pelayanan KB yang tujuannya untuk mengatur jarak kehamilan dan jumlah anak dalam satu keluarga.

“Ada insentif bagi bidan untuk pasang susuk KB. Pemasangan IUD juga dibayar pakai dana BOKB (Bantuan Operasional Keluarga Berencana). Pelayanan KB gratis karena didanai dari BOKB. Insyaallah tidak sulit, penyerapan anggaran untuk percepat turunkan stunting di Lhokseumawe,” jelas Hasto.

Menanggapi hal tersebut, Pj. Walikota Lhokseumawe Imran mengatakan pihaknya saat ini tengah menggencarkan tiga hal dalam upaya percepatan penurunan stunting. Ketiga hal tersebut adalah, pertama, mengubah perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi dan mengolah makanan sehingga makanan tersebut mengandung gizi yang cukup untuk anak-anak.

Kedua, mengubah budaya dan kebiasaan yang justru bisa menyebabkan terjadinya stunting, dan ketiga, mengajak para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk melakukan upaya percepatan penurunan stunting.

“Kami mengubah pendekatan, lewat tokoh agama dan tokoh masyarakat. Misalnya soal imunisasi itu halal atau tidak. Padahal imunisasi itu penting dan tadi dijelaskan oleh Pak Kepala BKKBN, stunting bisa disebabkan karena anak-anak yang sakit TBC, misalnya. Melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat maka ada jaminan bahwa imunisasi ini sesuai kaidah agama dan tidak menimbulkan masalah,” kata Imran didampingi jajaran Kepala Dinas dan OPDK Kota Lhokseumawe.

Menurut Iman, pihaknya juga akan melakukan upaya perbaikan cara olahan makanan yang dimotori Tim Penggerak PKK. Menggalakkan konsumsi ikan, pengolahan sayur, yang memenuhi standard gizi.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, tingkat prevalensi stunting di Kota Lhokseumawe berada pada angka 27,4 persen. Dari 23 kabupaten dan kota, Lhokseumawe memiliki prevalensi stunting terendah ketujuh di Aceh yang memiliki prevalensi stunting rata-rata 33,2 persen. (red)

Berita Lain: