Migrasi Burung jadi Daya Tarik Wisatawan di Hutan Mangrove Kota Langsa

Burung air dari berbagai daerah singgah di hutan mangrove Kuala Langsa (Foto: Mahyuddin)

Seperti halnya manusia yang berpindah-pindah sejak ribuan tahun lalu. Makhluk hidup lainnya, burung juga melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain.

Bagi seekor burung, bermigrasi ke suatu tempat adalah perjalanan yang sulit serta berbahaya. Apalagi lokasi yang dituju tak terhitung jaraknya, bahkan ada beberapa burung yang mati dalam perjalanan ini.

Di kawasan hutan mangrove kota Langsa menjadi sebuah daya tarik dan juga salah satu tujuan dari para wisatawan. Peneliti dan juga penggiat lingkungan menyatakan adanya kehadiran puluhan jenis burung migran yang berasal dari berbagai daerah, dan dunia melanjutkan hidup di sana.

Hutan mangrove Kuala Langsa tempat persinggahan burung (Foto: Mahyuddin)

Kondisi alam yang asri menjadi daya tarik bagi sejumlah burung migran untuk mencari makan atau sekedar beristirahat. Salah satu lokasi yang menjadi tujuan vaforit migrasi burung pantai yang berasal dari Indonesia maupun dari beberapa negara lain adalah hutan mangrove yang berada di Desa Cinta Raja, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa.

Sebagian besar migrasi burung yang berasal dari Australia, Rusia, Myanmar dan Jepang dapat dijumpai dari Bulan Maret hingga Oktober setiap tahunnya. Fenomena ini menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk menjadikannya objek foto maupun bahan penelitian selama burung itu berada.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat Bale Jurong, Iskandar Hakan menyebut sedikitnya ditemukan 38 jenis burung air dan hutan yang berada disepanjang pesisir Pantai Timur Aceh.

“Sebagian burung tersebut bahkan ada yang terancam punah,” katanya.

Sementara Kepala Desa Cinta Raja, Syarifuddin mengatakan selama ini warga setempat memanfaatkan keberadaan burung migrasi tersebut. Ada sejumlah burung yang ditangkap untuk dimakan dan dijual.

“Warga bisanya menangkap burung di sana hanya untuk dikonsumsi dan dijual. Namun setelah mendapatkan pelatihan terkait ekowisata berbasis burung migrasi warganya mulai mengembangkan potensi burung migrasi untuk dijadikan tempat wisata yang nantinya dapat meningkatkan  ekonomi warganya,” tuturnya.

Kehadiran berbagai burung yang bermigrasi menjadi daya tarik wisata (Foto: Mahyuddin)

Sejak menjadi lokasi ekowisata, kawasan mangrove Desa Cinta Raja mulai banyak didatangi pengunjung. Mulai dari ilmuan yang ingin melakukan penelitian hingga warga setempat yang hanya sekedar ingin berfoto saja.

Hutan mangrove berperan penting sebagai tempat hidupnya berbagai jenis burung, monyet, mamalia, ikan, kepiting, moluska dan reptil.

Apalagi objek wisata ini mendapatkan penghargaan pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Awards kategori Ekowisata Populer tahun 2019.

Keberadaan hutan ini semakin terkenal setelah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, berkunjung sekaligus meresmikan Tower Mangrove Forest Park, pada 15 April 2022.

Menara Tower Mangrove  Forest Park menjadi ikon di daerah itu dengan tinggi mencapai 45 meter, yang terbuat dari baja dengan tangga spiral menuju puncaknya yang menyerupai obor emas.

Hamparan hutan mangrove Kuala Langsa (Foto: Mahyuddin)

Untuk menuju lokasi Hutan Mangrove ini, bisa diakses semua jenis kendaraan, baik sepeda motor dan mobil dari Kota Langsa, dengan jarak 10 meter. Sejauh ini, belum ada angkutan umum yang membuka trayek ke lokasi tersebut.

Jam operasional ke hutan mangrove dari Senin-Jumat buka mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Sedangkan untuk Sabtu-Minggu buka mulai pukul 08.00 hingga 18.00 WIB.

Tiket masuk  sebesar Rp10.000 per orang.  Untuk naik ke Tower ada biaya tambahan sebesar Rp20.000. Di atas sama, pengunjung bisa menikmati pemandangan bentangan hujan pohon-pohon yang dibelah oleh aliran sungai.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah dan masyarakat, bahwa tempat ini menjadi lokasi yang disukai sejumlah burung baik lokal maupun yang berasal dari mancanegara untuk menjadi tempat mencari makan dan tidak dijumpai ditempat lain. Sudah semestinya dijaga dan dilestarikan.

Pemerintah Kota Langsa memberikan mandat pengelolaan Hutan Mangrove Kuala Langsa kepada Ayudhia Management.

Direktur Ayudhia Management, Yana Ayudhia menyebut pembenahan, pengembangan dan perawatan objek wisata alami ini terus dilakukan.

“Objek wisata mangrove akan menjadi pendapatan asli daerah Kota Langsa. Dan mempekerjakan warga sekitar untuk membantu perekonomian mereka,” sebutnya.

Saat ini, pengelola telah menanam 1.000 pohon mangrove dengan melibatkan pelajar di Kota Langsa. Bahkan terus memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya hutan mangrove tersebut.

“Tujuannya, masyarakat menjadi penjaga terdepan mangrove,” pungkasnya. [MC]

Berita Lain: