MaTA: Vonis Ringan Dominasi Putusan Tipikor Banda Aceh

AV – Banda Aceh: Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Aceh menyatakan vonis yang dijatuhkan kepada terpidana korupsi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh didominasi oleh putusan ringan. Hal ini dinilai telah mencidrai proses pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama ini digaungkan di Indonesia, termasuk Aceh.

“Dalam proses menjatuhkan hukuman bagi pelaku korupsi belum sama sekali diwujudkan konkrit oleh pengadilan Tipikor Banda Aceh. Rata-rata putusan itu masih ringan,” kata Peneliti Hukum Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Sariyulis kepada wartawan di Kantor MaTA, Banda Aceh, Senin (20/3).

Sariyulis mengatakan, dalam proses dakwaan yang dilakukan oleh Tipikor Banda Aceh seringkali mendakwa terpidana korupsi dengan dakwaan yang ringan. Dakwaan dan putusan berat yang selama ini diharapakan tidak tercapai, sehingga tujuan untuk membuat jera para pelaku tidak terwujud.

“Kecenderungan tidak ada proses penjatuhan hukuman yang bertujuan jera bagi para koruptor. Ini akan mencidrai penaganan dan penegakan hukum di sektor penindakan tindak pidana korupsi di Aceh,” katanya.

Menurutnya, jika dalam proses pengadilan para terpidan didakwa ringan dan berujuang pada putusan ringan juga, hala tidak menutup kemungkinan mereka akan mendapat remisi dan sejenisnya saat mendekam di Lembaga Permasyarakatan. Sehingga efek jera yang dirasakan oleh para pelaku korupsi.

“Ini yang dikhawatirkan. Kedepan orang tersebut dengan mudah melakukan kembali tindakan korupsi, karena selain diancam dengan ancaman yang ringan dan vonis ringan. Hal ini sangat kontradiksi dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Aceh,” tambahnya.

Ia menilai, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang sangat luar biasa atau ekstra ordinary crime. Oleh sebab itu, para pelaku korupsi harus dihukum dengan seberat-beratnya agar jera dan tidak melakukan tindakan itu lagi. Serta proses penanganan sampai proses pemidanaan tetap harus dipidana dengan berat.

“Jadi yang berat itu harus diberatkan,” tegasnya.

Sariyulis menuturkan, dalam proses penjatuhan pidana sebaiknya pengadilan Tipikor lebih mempertimbangkan pada proses pemberatan pidana bagi seluruh pelaku korupsi di Aceh. Selain itu, meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar memiliki komitmen yang besar dalam proses memberikan ancaman yang maksimum tidak dengan anacaman mainimum, sehingga Ketua Majelis persidangan memutuskan tetap pada posisi pemberatan pidana.

“Semestinya JPU bisa mendakwa dengan ancaman 15, 18 samapi 20 tahun. Jadi tetap pada posisi ancaman di atas sepuluh tahun. Hal-hal inilah yang menjadi penilaian kita (MaTA) dengan melihat sejauh mana efektivitas dan sejauh mana pencideraan penjatuhan hukuman oleh Pengadilan Tipikor,” terangya.

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan MaTA terhadap putusan, selama ini pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana korupsi cendrung memberikan pertimbangan peringanan dari pada pembertan terhadap pelaku pidana korupsi di Aceh.

Meskipun sebenarnya banyak pertimbangan-pertimbangan pemberatan lainya yang bisa diambil oleh majelis untuk menjatuhkan pidana yang berat bagi koruptor. Secara keseluruhan dari total 234 terpidana, sebanyak 167 orang mendapat vonis ringan (70 persen) dan 31 orang lainnya mendapat vonis sedang (19 persen).

“Adanya terekomendasi dalam beberapa amar putusan Tipikor, mengindikasikan bahwa kejaksaan mampu dipengaruhi oleh kekuasaan yang dimiliki  para pelaku, tentunya persoalan ini sanggat berimplikasi pada tingkat profesionalisme para penegak hukum di Aceh,” tukasnya.

Ia beranggapan, perlu ada pedoman pemberatan bagi jaksa dan hakim dalam menuntut dan memvonis pelaku korupsi. Sehingga kedepannya mampu meminimalisir tebaran vonis ringan terhadap pelaku korupsi di Aceh.

Melihat kondisi itu, MaTA merekomendasikan Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi kinerja jajaran kejaksaan Aceh agar melakukan pengusutan perkara korupsi secara menyeluruh, sehingga benar-benar mampu mengungkapkan keterlibatan pelaku korupsi dalam suatu perkara secara utah.

“Kejaksaan juga harus segera mengungkap aktor penikmat hasil tindak pidana korupsi yang gagal diungkap oleh kejaksaan kita,” pintanya. (M Ali)