Jasad Covid-19 Ditolak di Aceh, Krisis Empati?

Petugas medis mengangkat peti jenazah pasien positif Covid-19 di Aceh, Rabu (17/6/2020) (Foto/Dicky)

PENOLAKAN pemakaman jenazah pasien Covid-19 terus terjadi, tak terkecuali di Tanah Serambi Makkah. Kondisi pilu itu, terjadi di tengah wabah Covid-19 yang tak kunjung reda. Ada saja oknum warga yang tidak menerima jenazah positif Covid-19 dikebumikan di permukiman setempat.

Sudah jatuh tertimpa tangga, begitu umpamanya nasib pasien Covid-19 yang begitu menguras emosi. Saat hidup harus mengasingkan diri hingga meninggal pun jasadnya harus dikubur jauh dari keluarganya.

Pandemi Covid-19 ini membuat kita seakan tidak percaya dengan janji Allah tentang kematian. Padahal pada hakikatnya semua manusia akan kembali menghadapi sang khalik, pencipta alam semesta. Empati sesama manusia kini mulai pudar di zaman yang serba moderen saat ini.

Betapa tidak, manusia yang sudah tidak bernyawa malah menjadi persoalan untuk memulai kehidupan yang baru di alam kubur. Sungguh sangat perih ketika hal itu benar-benar terjadi di tanah Serambi Makkah yang konon katanya ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah dan dominan umat muslim.

Seperti dalam firman Allah SWT yang artinya “Barang siapa  yang bernyawa pasti mati,”. Tapi kenapa kematian di tengah pandemi Covid-19 terjadi penolakan pemakaman jenazah. Apakah kita akan hidup abadi setelah menolak jenazah tersebut? Wallahualam.

Pernahkah kita berpikir sejenak dengan hati yang tulus dan pikiran yang waras? Jika seandainya jenazah itu adalah keluarga kita atau justru kita sendiri. Bagaimana perasaan jika berada di posisi tersebut? Cukup, menjadi sebuah renungan.

Kenapa ini mesti terjadi di tanah yang banyak para ulama, para pahlawan bangsa. Perlu kita ketahui hidup ini hanyalah perantauan di dunia, dan pada akhirnya kita juga akan mati.

Penolakan jenazah ini benar-benar tidak masuk akal. Bahkan, sangat perih karena pelakunya justru masyarakat yang lahir di Bumi Serambi Makkah.

Awalnya jenazah pasien positif Covid-19 di Aceh sudah direncanakan untuk dikebumikan di salah satu lokasi khusus pada Rabu (17/6/2020). Namun, ramai-ramai masyarakat menolak, akhirnya Pemerintah Aceh mencari tempat yang lain.

Pemakaman tersebut tidak dihadiri orang banyak, juga dilakukan sesuai SOP protokol kesehatan Covid-19. Sebelum jenazah diturunkan ke liang lahat, petugas bersama pemuka agama di Aceh melakukan fardu kifayah atau salat jenazah.

Peristiwa ini tentu menjadi sebuah ikhtibar, renungan untuk kita semua. Bahwa setiap insan yang bernyawa akan merasakan kematian pada ketetapannya.  Itu semua sudah janji Allah sebagai pencipta dunia berserta isinya. (Redaksi)