MeuSeRaYa Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Pertambangan

Sekretaris Jenderal Organisasi Mahasiswa dan Pemudan Selatan Raya Aceh (MeuSeRaYA), Delky Nofrizal Qutni (kanan).

AV – Banda Aceh: Organisasi Mahasiswa dan Pemudan Selatan Raya Aceh (MeuSeRaYA) memintak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun langsung mengusut adanya indikasi korupsi pengelolaan sektor pertambangan di Kabupaten Aceh Selatan. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MeuSeRaYA, Delky Nofrizal Qutni, Minggu (4/6).

Menurutnya, perizinan urusan tambang di Provinsi Aceh khususnya di Aceh Selatan sangat mudah. Hal itu dibuktikan dari banyaknya perusahaan tambang yang telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah.

“Kami meminta KPK agar segera mengusut indikasi korupsi pengelolaan SDA sektor pertambangan di Aceh Selatan. Sebab, persoalan ini selain merugikan daerah juga telah meresahkan masyarakat luas, sebab wilayah izin usaha pertambangan yang diklaim secara sepihak oleh pihak perusahaan itu banyak yang masuk dalam hutan lindung, hutan produksi bahkan kebun milik masyarakat,” katanya.

Ia menilai, mudahnya perusahaan memperoleh dan mendapatkan perizinan tambang di Aceh Selatan dikarenakan adanya oknum pejabat yang bermain. Mereka menggunkan pola komunikasi transaksional guna memudahan dan memuluskan pengurusan izin.

“Terhitung sejak bulan April 2008, perusahaan-perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) mulai marak beroperasi di Aceh Selatan dan sedikitnya seluas 62.967 hektare,” sebutnya.

Selain itu, ia juga menduga mulusnya pengurusan izin tambang tersebut tidak terlepas dari adanya indikasi suap dan konsensus-konsensus tertentu yang melibatkan oknum yang memegang peran strategis di pemerintahan Aceh Selatan.

“Semestinya tambang yang sudah beroperasi itu dihentikan, bukan justru mengeluarkan izin lagi seperti pertambangan bijih besi baru lagi di kawasan Kluet Tengah. Izin dengan nomor 13 tahun 2014 untuk PT. Beri Mineral Utama yang berlaku hingga 24 Januari 2032. Begitupun beberapa IUP baru yang dikeluarkan pada tahun 2013,” ungkapnya.

Lebih lanjut Delky menambahakan, kondisi ini kian parah ketika pada 2016 lalu pemerintah mengeluarkan izin nomor 522.561/BP2T/ 988/IUIPHHK/V/2016 untuk PT. Islan Gencana Utama (IGU) di kawasan Pasie Raja yang berlaku seumur hidup. Perusahaan ini diberi izin menebanag atau mengesplorasi kayu yang berimbas buruk pada lingkungan dan otomatis mengundang bencana alam.

“Ini bertujuan menenggelamkan Aceh Selatan. (Pemerintah) tidak memikirkan nasib masyarakat,” tambahnya.

Karenanya, sambung Delky, KPK harus segera turun untuk mengusut dan menyelesaikan persoalan ini. Pasalnya, seiring perjalanan waktu jumlah perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh Selatan terus bertambah.

“KPK sejak 2016 lalu sedang mengincar dugaan korupsi yang terjadi sebanyak 3.966 IUP di seluruh Indonesia. Maka kami sangat berharap agar KPK juga turun ke Aceh Selatan sehingga dapat mengusut persoalan pertambangan di Aceh Selatan. Apalagi KPK pada Februari 2016 silam telah bentuk Gerakan Nasional Mewujudkan Kedaulatan Energi (GNMKE), jadi tinggal turun ke Aceh Selatan,” pungkas putra kelahiran Aceh Selatan ini.

Meskipun belum ada tanda-tanda KPK akan turun, Delky berterimakasih dan mengapresiasi langkah Ombusman Perwakilan Aceh yang akan turun ke Aceh Selatan pada 12 Juni ini.

“Kita berharap ombusman dapat bertindak sesuai kewenangannya untuk membongkar persoalan pertambangan di Aceh Selatan. Selain itu, perlu mengecek, kenapa (diterbitkan) izin pengambilan kayu untuk PT. IGU itu seumur hidup. Sungguh memilukan,” pungkasnya.

Berdasarkan data Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Distamben) Aceh Selatan per 31 Maret 2014, terdapat 19 perusahaan tambang mineral dan batu bara yang telah mengantongi IUP. (M. Ali)